Rabu, 31 Juli 2013

Puisi Sejarah

 

INDONESIAKU
Mawardi

Malang nasibmu, Indonesiaku...
tiga setengah abad engkau di jajah
kucuran keringat dan darah,
harta sekalipun nyawa di korbankan para pejuang.

63 tahun silam engkau bebas dari penjajahan, kata mereka.
malang nasibmu, indonesiaku...
engkau berada di tangan para penjilat harta dan tahta
sang merahputihpun tetap berkibar di sana,
seakan menampar muka para penguasa korup
Burung garudapun tetap bertengger di sana.

Burung garuda berkata "hai penguasa...!
turunkan aku dari sini, kau merongrong indonesiaku"
merekapun diam membisu, di anggapnya patung tiada guna.
malang nasibmu, indonesiaku...
mereka berebut kekuasaan...

sejarah tak mungkinkan terulang

Sengaja kubiarkan kenangan lalu terus membelai asaku
karena ia adalah penabuh mimpi-mimpi nan usang
kubiarkan pula ilusiku mendera khayal agar seribu dendam mencinta tak lagi meronta dalam angan
pancaran yang kukira matahari
namun ternyata hanyalah bias pelangi dari setetes embun
“indah namun hanya sesaat dan perlahan lenyap dikebiruan cakrawala nan luas”
mahligai indah yang pernah tercipta walau sesaat
kan kuukir serta abadikan didinding hati dan jiwaku
meski kusadar jika segala kenangan itu tak mungkin dapat terulang kembali hingga keujung masa
kenangan biarlah menjadi memory dalam catatan sejarah perjalanan hidupku
semoga ia pula yang kan menjadi cambuk untuk menggapai kembali asa yang pernah tercecer ditepian cinta yang beku
ruang rindu yang terbatas waktu kan kuhadang pada setiap rasa yang meronta dari bilik kalbuku
agar keindahan yang tercampak tetap bersamayam dan bertahta diistana sanubariku….
_Lembayung Kelam_

kau

cipta indah dalam mimpi
dunia kemudian menari
berwarna kembali
ketika kata kau titipkan pada langit
kau sapa pada angin untuk hembuskan
lelahku atas hari atas waktu
mengharapkan satu mimpi yg kutemuin diujung waktu
ketika kau terlelap
aku arungin dunia ini
tak banyak berharap
ketika khayal ini menyetuh relung hati
aku temanin malam ini dengan doa
menantikan kau terlelap
agar tak tersesat maka
inilah lentera ku
bawalah pergi
ketika dia padam
kembalikan padaku
agar aku dapat mengisi kembali
dan bawalah kembali
karena kau aku ikhlas
mendalami luka
menyemai mimpi
kau adalah kata yg dititipkan oleh surgawi
kau adalah wujud yg tercipta dari doa pencita
dan kau adalah lagu yg kucipta dari wajah,mata dan bibir mu



lagu seorang gerilya

Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.

Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata



Gugur

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar